Kita Bisa Melawan Hoax, Ayo Bijak di Dunia Maya
https://pixabay.com/id/users/rawpixel-4283981/ |
Hoax merupakan berita palsu yang tidak benar namun dibuat seakan-akan itu benar untuk tujuan tertentu dan/untuk menguntungkan salah satu atau lebih pihak. Hoax berbeda dengan rumor, ilmu semu, apalagi prank karena maksudnya juga sudah jelas berbeda.
Sebelumnya, pada judul dan paragraf pertama tulisan ini terdapat 3 kata 'hoax', pasti beberapa dari kalian pasti ada yang melafalkan hoax = hoaks. Iya kan? Padahal hoax dibacanya hoks, bukan hoaks.
Hoax sudah terjadi sejak zaman dahulu kala bahkan ketika Nobita belum lahir. Menurut laman wikipedia.org, hoax pertama kali yang tercatat adalah pada tahun 1661 yang menyangkut soal Drummer of Tedworth. Kata hoax sendiri pertama kali digunakan pada tahun 1808.
Hingga sekarang, hoax masih terus bahkan bertambah eksis. Belum lagi saat ini kita sudah masuk di era digital di mana informasi bisa dengan secepat kilat menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Salah satu pengalaman pribadi yang saya alami adalah pada 27 Mei 2006 silam ketika gempa bumi berkekuatan 5,9 SR mengguncang kota Jogjakarta dan sekitarnya. Saat itu saya masih duduk di bangku SD. Gempa yang terjadi pada Sabtu pagi pukul 05:55:03 pagi itu terasa kuat hingga tempat tinggal saya di Kebumen.
Selepas gempa, warga sekitar melakukan aktivitas seperti biasanya karena tidak ada dampak kerusakan dan korban jiwa. Saya pun berangkat sekolah seperti biasanya. Di sekolah, beberapa siswa tidak masuk tanpa alasan. Keesokannya, siswa yang tidak masuk itu ditanya oleh guru, ternyata mereka mengungsi ke pegunungan karena saat itu ada berita yang entah dari mana asalnya menyebar bahwa ada Tsunami menerjang pantai Karangbolong padahal dari BMKG sendiri mengatakan bahwa gempa saat itu tidak berpotensi tsunami.
Ya, saya pikir wajar karena kita saat itu masih dalam bayang-bayang betapa mengerikannya gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan Sumut yang menewaskan ratusan ribu jiwa. Jadi ketika ada gempa dan ada isu tsunami orang-orang masih trauma dan takut terjadi seperti yang ada di Aceh. Itu adalah salah satu dampak hoax yang pernah saya alami sendiri dan dalam lingkup yang terbilang kecil.
Lebih besar, hoax bahkan adalah salah satu pemicu perang dunia kedua yang menyebabkan banyak perubahan geopolitik, dan pemicu Eropa melakukan penjajahan di negara Asia Pasifik. Saat itu Polandia dituduh menyerang Jerman. Padahal faktanya, seorang Jenderal SS bernama Alfred Navjocks memimpin 6 perwira untuk menyamar sebagai tentara pemberontak Polandia. Kemudian mereka menculik seorang petani Polandia dan membawanya ke stasiun radio milik Jerman. Mereka berpura-pura menyiarkan berita seolah-olah stasiun radio tersebut telah dikuasai oleh Polandia dan memperingatkan akan menyerang Jerman dalam waktu dekat. Inilah alasan Jerman melakukan invasi terhadap Polandia yang menjadi pemicu perang aliansi besar-besaran di Eropa. Sungguh mengerikan.
Seiring berkembangnya teknologi, apalgi dengan adanya internet yang semakin cepat, hoax bukan hanya tentang berita bohong/palsu saja. Sebuah informasi juga bisa menjadi hoax akibat disinformasi dan juga misinformasi.
Masih hangat di daerah saya beberapa pekan lalu, beredar sebuah video tidak senonoh yang tersebar di dunia maya. Berdasarkan keterangan video tersebut, dikatakan bahwa video tersebut diambil di Pantai Sawangan, Kebumen. Namun kenyataannya, itu tidak diambil di Pantai Sawangan. Sampai saat ini, masih belum jelas di mana video tersebut diambil.
Akibat video tersebut yang terlanjur viral, tentu saja membuat citra wisata Pantai Sawangan menjadi tercoreng. Akhirnya, pihak pengelola Pantai Sawangan memberikan klarifikasi bahwa video tersebut bukan dilakukan di Pantai Sawangan.
Salah satu keindahan Pantai Sawangan, foto dari: explorekebumen.com |
Inilah contoh nyata hoax akibat kesalahan informasi.
Melawan hoax memang tidak mudah, ditambah dengan adanya internet. Sebuah informasi bisa dengan cepatnya menyebar ke seluruh dunia hanya dalam hitungan detik.
Hoax akan terus ada dan tidak mungkin dihentikan. Namun ada satu yang bisa menghentikan lingkaran setan dan mata rantai ini yaitu diri kita sendiri. Saat kita menerima sebuah hoax, kita lah yang menentukan apakah kita bisa mendeteksi berita itu hoax atau ikut mempercayainya.
Namun nyatanya, sebagian besar masyarakat dunia maya masih mudah sekali termakan berita hoax. Akibatnya berita hoax dengan mudahnya tersebar semakin luas. Mudahnya berita hoax menyebar juga terjadi karena pola komunikasi dunia maya yakni 10-to-90 yang berarti 10% adalah orang yang memproduksi konten dan 90% orang menyebarkan konten secara sukarela. Padahal sebagian besar konten yang mereka sebarkan adalah konten hoax.
Karena itu, kita bisa melawan hoax selama kita bijak dalam menggunakan dunia maya. Beberapa langkah kunci ini bisa kita terapkan untuk melawan hoax.
Tanggung Jawab
Sebelum kita mengunggah atau menyebarkan sebuah informasi, kita harus memikirkan dengan matang dan pastikan konten yang akan kita unggah dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.Menumbuhkan Empati
Menjaga Keaslian Konten
Saat hendak menggunggah konten, pastikan kita tetap menjaga keaslian konten tersebut. Jangan sampai konten yang kita sebarkan ini berubah yang bisa jadi akan menimbulkan misinformasi dan disinformasi bagi orang lain yang menerimanya.Kritis
Kita wajib mengevaluasi konten yang kita dapatkan, apakah konten ini valid, apakah ini layak, dan yang jelas memastikan kalau ini bukan hoax.Punya Integritas
Saat kita menerima informasi yang tidak benar, kita tidak hanya diam saja. Kita harus berani mengatakan bahwa ini salah, ini benar dan melawan tindakan negatif di dunia maya.Kita tidak sendirian, karena pemerintah pun secara tegas memerangi hoax. Selain itu, ada banyak sekali organisasi anti hoax yang ikut berjuang melawan hoax.
Kita bisa melaporkan berita hoax lewat email ke aduankonten@mail.kominfo.go.id atau juga menuju website www.aduankonten.id.
Kalau mau lebih mudah, kita juga bisa melaporkannya lewat WhatsApp ke nomor 081-1922-4545.
Kita juga bisa mengecek sebuah informasi hoax atau bukan lewat website www.stophoax.id dan melaporkan temuan hoax di www.stophoax.id/lapor-hoax.
Kesimpulannya, hoax bisa kita lawan dengan bermula dari diri kita sendiri. Hoax ibarat penyakit, dan kita ibarat sistem imun yang selalu siap melindungi tubuh dari penyakit. Jika semua orang bijak dalam menggunakan dan memanfaatkan dunia maya, hoax tentu bisa kita lawan meskipun hoax tidak akan pernah habisnya, namun kita bisa hentikan ruang geraknya.
Yuk, jadi netizen bijak yang peduli dan tidak mudah terpancing dalam menerima informasi.
Postingan blog ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Pameran Produk Inovasi Jawa Tengah 2019.
#LombaBlogPPIJateng2019
#PPIJateng2019Wonosobo
#20-22SEPTEMBER
#JawaTengahGayeng
#JawaTengahIndah
Posting Komentar
Posting Komentar