Nobar Final AFF Leg 1: Terlalu EZ Bagi Thailand
Semakin tinggi sebuah pohon, semakin kencang angin yang menerpa. Eh, enggak. Semakin tinggi garuda terbang, maka semakin kencang angin yang menerpa. Angin itu adalah Thailand.
Kira-kira seperti itulah yang sedang dialami oleh tim nasional sepakbola negara kita. Ini adalah final edisi ke-6 untuk Indonesia pada gelaran AFF Suzuki Cup. Sayangnya, pada final-final sebelumnya Indonesia belum mampu untuk mengangkat trofi piala. Almost is never enough.
Gelaran AFF Suzuki Cup 2020 ini kembali mempertemukan Indonesia dengan Thailand setelah sebelumnya pernah bertemu di partai puncak terakhir pada tahun 2016 dengan skor 2-3 untuk kemenangan Thailand. Tiga kali bertemu Thailand di final, tiga kali pula garuda masih gagal. Apakah tahun ini akan gagal lagi? Pasalnya, pada pertandingan final leg pertama yang digelar di National Stadium tim garuda harus dibantai telak dengan skor 4-0.
Rakyat Indonesia itu cinta bola, termasuk tetangga-tetanggaku. Sejak lolos semifinal kemarin, tetanggaku selalu mengadakan nonton bareng (nobar) untuk menyaksikan skuat asuhan Shin Tae-yong berlaga. Apalagi semalam, warga yang ikut nobar semakin ramai saja bahkan datang dari desa sebelah. Sayangnya, mereka menjadi saksi terbantainya timnas di layar proyektor sebesar 80 inci.
Antusiasme yang tinggi sejajar dengan harapan timnas untuk meraih juara AFF langsung dipatahkan oleh gol Chanathip Songkrasin 2 menit setelah kick-off dilakukan. “Oooo, guoblok!”, teriak warga melihat pertahanan timnas yang longgar dan membiarkan pemain Thailand bebas bergerak.
Pada menit ke-13, gawang Nadeo hampir saja kebobolan untuk yang kedua kalinya. Beruntung saat itu Asnawi mampu menjadi penyelamat di garis gawang. Bola kemudian muntah disambut sundulan pemain Thailand. Beruntung lagi sundulannya masih melambung di atas mistar.
Permainan Thailand terlihat jauh lebih matang dibandingkan dengan Indonesia. Hal itu terlihat dari seringnya pemain timnas yang passing-nya sering tidak akurat. Sedangkan Thailand mampu mengalirkan bola dari kaki ke kaki pemainnya dengan tenang. Semangat pemain muda Indonesia mampu diredam dengan baik oleh Thailand yang punya banyak modal pengalaman.
Thailand terus mendominasi pertandingan di paruh babak pertama dengan memegang ball possesion 76% sedangkan Indonesia hanya 24%. Pada menit ke 35, akhirnya Indonesia mampu melakukan tendangan perdananya ke gawang Thailand meskipun tidak tepat sasaran dan dilakukan dengan agak sedikit memaksa. Tendang ajalah, buat nambah statistik biar tidak nol shoot.
“Mlayune kaya entut! (larinya seperti kentut)”, ujar Parjono si tuan rumah yang mengadakan nobar yang melihat pemain timnas selalu kalah body dengan pemain Thailand.
Peluang kedua Indonesia kembali hadir kembali pada menit 40 memanfaatkan serangan balik yang dilakukan oleh Witan melalui sisi kiri. Umpan silang dilepas namun sayang sekali Dedik gagal menyambutnya. Tapi tenang, ada Dewangga di tiang jauh yang berdiri bebas dan siap menyambut bola enak tersebut. Eh, sayang seribu sayang, tendangan Sang Dewa melambung tinggi mengarah ke satelit NASA yang mungkin sedang lewat di langit.
“GOBLOK!”
“JOMBLO!”
Teriakan penonton di rumah Parjono begitu ramai menghujat tendangan melambung. Sebuah peluang emas terbuang sia-sia.
Menjelang babak pertama berakhir, Thailand kembali mendapat peluang melalui tendangan Supachok namun Nadeo berhasil menepis tendangan terarah tersebut. Nadeo tampil cukup gemilang di bawah mistar, hanya saja pertahanan Indonesia begitu rapuh. Babak pertama pun berakhir.
Di babak kedua, Thailand masih mendominasi pertandingan dan tidak mengendurkan serangan. Supachok kembali mengancam gawang Indonesia namun beruntung tendangannya masih melambung. Dari sini pula kita bisa melihat perbedaan tendangan melambung Thailand dan Indonesia. Meskipun sama-sama melambung tapi tendangan pemain Thailand arahnya menukik ke bawah. Sedangkan tendangan melambung Indonesia mengarah ke atas seperti tendangan mengincar buah mangga tetangga.
Selang beberapa menit kemudian, mimpi buruk menghampiri Indonesia lewat gol cantik Chanatip lewat skema serangan balik. Supachok bermain sangat apik mengirim umpan datar yang kemudian diteruskan dengan baik oleh Chanatip dengan tendangan datar terarah mengoyak jala gawang Indonesia. Skor 0-2 untuk keunggulan tim Gajah Putih.
Ketinggalan 2 gol membuat Indonesia harus keluar dari tekanan mencoba mengendalikan pertandingan. Namun, itu bukanlah hal mudah. Jarak antar pemain terlampau jauh sehingga sulit untuk mengalirkan bola. Setiap kali pemain Indonesia memegang bola, mereka kesulitan kemana akan mengoper bolanya. Karena hal itu, pemain Thailand lebih mudah untuk merebut bola dari kaki pemain Timnas Garuda.
“Ayo, kesuwen si, ora gelem oper (ayo, kelamaan sih, nggak mau oper)”, begitu protes yang nobar semalam melihat pemain timnas kebingungan membagi bola. Mau oper ke sana, kok pemain Thailand semua. Rekanku di mana kok seragamnya biru semua? Begitu kira-kira yang ada dibenak pemain timnas.
Namun bukan Timnas Garuda kalau gampang menyerah. Indonesia mulai tampil ofensif untuk mendobrak pertahanan Thailand. Menit ke-61, Irfan Jaya mendapatkan peluang emasnya memanfaatkan umpan matang dari Ricky Kambuaya di sisi kiri. Irfan kemudian melesatkan tendangan datar, namun sayang Sarawat masih mampu menghalau bola tersebut.
Untuk menambah daya gedor, Ahjussi Coach memasukan Egy Maulana Vikri menggantikan Ricky Kambuaya. Namun, imbasnya adalah pertahanan Indonesia yang semakin melemah. Transisi dari menyerang ke bertahan adalah salah satu masalah Indonesia sejak dulu dan saat ini masih saja begini.
Menit ke-67, lewat sisi kiri pertahanan Indonesia, Thailand melancarkan serangan. Kemudian memberikan umpan silang ke tengah yang siap disambut oleh Pokklaw Anan. Eits, tapi bohong! Bola dibiarkan saja oleh Pokklaw dan mengecoh bek Indonesia dan mengarah kepada Supachok yang berdiri bebas. Tak mau menyia-nyiakan momentum, Supachok berhasil mengoyak jala Nadeo untuk yang ketiga kalinya dalam pertandingan ini.
Unggul 3-0 membuat Thailand bermain lebih santai. Chanatip yang sudah mencetak 2 gol ke gawang Indonesia ditarik keluar untuk menjaga kebugaran pemainnya di leg kedua. Begitu pula dengan sang penjaga gawang Sarawat yang diganti kiper senior Kawin Thamsatchanan. Pergantian yang dimaksudkan supaya Kawin ikut merasakan atmosfer pertandingan saja sepertinya.
Gol ketiga Thailand ini turut membuat warga yang menonton satu persatu meninggalkan tempat. Mereka walk-out teratur karena tidak puas dengan hasil ini. Pertandingan tidak seru lagi, katanya.
“Lah wisss….”
“Oalah, nggo lowok” atau yang diterjemahkan artinya “Cuma buat mainan (oleh Thailand)”.
“Balik lah balik!”
Pada menit ke-78, Indonesia kembali mendapat peluang lewat umpan terobosan kepada Dedik. Sayang, bola terlampau jauh. Dedik akhirnya melakukan diving. Bukan seperti Neymar, melainkan jaga-jaga saja kalau terjadi kontak fisik, Dedik terjatuh dan akhirnya penalti. Namun sayang, tidak ada kontak sama sekali, akhirnya terlihat jelas kalau Dedik melakukan diving dan diganjar kartu kuning. Tidak ada protes dari Dedik karena memang sepertinya sadar kalau dirinya hanya pura-pura menjadi korban.
Thailand semakin nyaman dengan bolanya, sementara Indonesia bingung harus berbuat apa. Menjelang akhir pertandingan, tepatnya pada menit ke-83 Thailand kembali menjebol gawang Indonesia lewat kaki Bordin Phala. Kedudukan 0-4 untuk Thailand menjadi skor akhir pertandingan final leg pertama piala AFF Suzuki 2020 ini.
Melihat pertandingan leg pertama, langkah Indonesia menjadi semakin sulit. Meskipun bukan hal yang mustahil Indonesia bisa membalikkan keadaan. Barcelona saja bisa melakukan epic comeback saat melawan PSG yang saat itu tertinggal 4-0. Namun, Indonesia bukan Barcelona. Indonesia sedang dalam posisi yang sulit melawan Thailand. Thailand yang bermain bagus dari serangan hingga pertahanan membuat Indonesia serba salah. Mau menyerang tapi beknya lemah atasi serangan balik. Mau bertahan, tapi mereka butuh mengejar angka. Selain itu, angkanya 4. Angka 4 dalam sepakbola itu sudah terlampau besar.
Posting Komentar
Posting Komentar